Resensi Buku Manusia Indonesia

on
Bermula dari artikel ST Sularto di Kompas (21/7/2008) yang berjudul Masa Depan "Manusia Indonesia"-nya Mochtar Lubis. Saya teringat, dulu pernah mengoleksi buku tersebut tetapi setelah saya geledah rak buku satu persatu, ternyata buku tersebut sudah tidak ketahuan rimbanya. Untunglah paman google berbaik hati menyisir tumpukan file dengan kata “manusia Indonesia ”.

Dari sisirannya diketahui, buku tersebut telah di cetak ulang oleh penerbit Yayasan Obor Indonesia , lengkap dengan resensinya(untuk Penerbit Yayasan Obor Indonesia, mohon izin untuk menampilkan resensi buku ini). Bagi yang suka memburu buku, “manusia Indonesia” sangat layak dikoleksi. Membaca buku tersebut sebetulnya membaca masyarakat Indonesia, lingkungan dan bukan tidak mungkin justru diri kita sendiri. Bagaimana tidak, apa yang diuraikan dalam buku tersebut sering kali kita lihat, baca dan rasakan dalam aktifitas keseharian atau jangan-jangan kita sendiri gambaran buku itu. Maka untuk membaca buku tersebut, kita harus siap mental dipreteli pakaian kita satu persatu (saya sendiri sedang memeriksa apakah yang termasuk di preteli?), dan kitapun menjadi malu sendiri, karena  rahasia kita yang disimpan rapat-rapat, ternyata telah dibongkar habis-habisan oleh seorang Mochtar Lubis. dan terakhir kalau kebetulan jalan-jalan ke toko buku mendapatkan buku tersebut, boleh juga saya titip beli satu.

Judul : Manusia Indonesia
Pengarang : Mochtar Lubis
Cetakan : II Maret 2008
tebal : Viii + 140 halaman
Penerbit : Yayasan Obor Indonesia

Di taman Ismail marzuki, Jakarta pada 16 April 1977, Mochtar Lubis menyampaikan pidato yang kemudian ramai dibicarakan. Pidato berjudul "Manusia Indonesia " itu disampaikannya dengan gaya dan sikapnya yang suka berterus terang. Sehingga pro dan kontra pun bermunculan menanggapi sifat-sifat negatif orang Indonesia yang ia kemukakan. 

Di dalam buku ini pidato “manusia Indonesia ” dimuat secara lengkap, bukan ringkasan atau hanya potongan-potonganny a saja seperti yang dimuat di media massa pada masa itu. Sifat-sifat manusia yang dituturkan Mochtar Lubis pada pidatonya tersebut merupakan sebuah pandangan atau analisa. Namun, lebih tepat jika dikatakan ciri manusia Indonesia yang distreotipkan. Sebagaimana layaknya stereotip maka pendapat Mochtar Lubis ini tidak dapat dikatakan benar secara keseluruhan dan tidak pula seluruhnya salah. Sterotip itu muncul dari pengalaman, observasi, prasangka, pemikiran, serta penilaian secara kritis. Maka begitu pulalah dengan ciri-ciri manusia yang disampaikan oleh Mochtar Lubis, hanya stereotip. Hasil dari pengalaman, observasi, prasangka, pemikiran serta penilaiannya secara kritis mengenai ciri-ciri manusia Indonesia.

Secara garis besar ada enam ciri manusia yang dikemukakan oleh Mochtar Lubis, diantaranya Munafik atau hiporkrit, enggan dan segan bertanggung jawab, bersikap dan berprilaku feodal, Percaya takhayul, artistik (berbakat seni) dan lemah watak atau karakternya.

Ciri pertama: Munafik atau Hiporkrit.
Munafik atau hipokrit ini muncul; terbentuk pada karakter manusia Indonesia sejak masa feodal dan kolonial. Manusia Indonesia sering berpura-pura, lain di muka, lain di belakang. Sistem feodal dan kolonial di masa lampau menekan rakyat dan menindas segala inisiatif rakyat. Sehingga secara langsung atau tidak langsung, memaksa manusia Indonesia menyembunyikan apa sebenarnya yang dirasakannya, dipikirkannya, dikehendakinya. Semua itu disembunyikan karena takut akan mendapatkan ganjaran yang membawa bencana bagi dirinya.

Ciri Kedua: Enggan dan Segan Bertanggung jawab.
Untuk ciri ini Mochtar Lubis mengambil contoh yang menarik. Kalimat ”Bukan Saya” acap kali terlontar dari mulut Manusia Indonesia . Ini menurut Mochatar Lubis merupakan bukti nyata rasa enggan dan segan bertanggung jawab itu memang ada dalam diri manusia Indonesia . Misalnya, jika terjadi suatu kesalahan atau kegagalan pada suatu lembaga. Maka atasan akan berkata ”Bukan Saya” lalu menggeser kesalahan ke bawahan. Begitu seterusnya hingga jabatan terbawah. Ketika sampai ke jabatan yang terbawah bukan berarti rasa enggan bertanggung jawab itu tidak ada. Tetap saja dan kata ”bukan saya” pada atasan akan berganti menjadi ” Saya hanya melaksanakan perintah dari atasan!” ketika sampai pada bawahan.

Ciri Ketiga: Bersikap dan Berprilaku Feodal.
Feodalisme ini ditandai dengan yang berkuasa sangat tidak suka mendengar kritik. Sedangkan yang lain menjadi segan untuk melontarkan kritik. Manusia yang berada di kalangan atas mengharapkan agar manusia yang berada di bawahnya, baik itu kepangkatannya, kekuasaan, kedudukan yang erat kaitannya dengan kepangkatan atau kekayaan mengabdi kepadany dengan segala rupa. Pengabdian itu bisa berbentuk segala rupa patuh, hormat, takut dan merendah diri. Begitu pula dengan bawahan, mereka dengan jiwa feodalnya bersedia untuk mengabdi pada yang lebih ’di atas’ tadi.

Ciri Keempat : Percaya pada Takhayul.
Jika di zaman dulu manusia percaya gunung, pohon, keris memiliki kekuatan gaib. Begitu pula dengan manusia Indonesia masa sekarang. Sampai sekarang manusia Indonesia yang modern pun, baik itu yang telah bersekolah, telah berpendidikan modern sekalipun masih terus juga membuat jimat mantra atau lambang-lambang. Manusia Indonesia sangat cenderung percaya menara, semboyan atau lambang yang dibuatnya sendiri. Misalnya saja Pancasila. Manusia Indonsia tidak peduli apakah telah melaksanakan dengan baik dan benar atau belum Pancasila itu. Mereka tetap saja dengan penuh keyakinan bahwa setelah mengucapkannya maka masyarakat pancasila itu telah tercipta.

Ciri Kelima: Artistik.
Dari keenam ciri manusia yang dikemukakan Mochtar Lubis hanya ciri inilah yang merupakan ciri positif. Suatu ciri yang menarik dan mempesonakan dan merupakan sumber dan tumpuan hari depan manusia Indonesia . Manusia Indonesia hidup dengan perasaan sensualnya yang kemudian membuat daya artistik berkembang lalu tertuang dalam segala rupa ciptaan artistik.

Ciri Keenam : Watak Yang lemah.
Manusia Indonesia menurut Mochtar Lubis mau mengubah keyakinannya agar dapat ”Bertahan”. Kegoyahan watak serupa ini merupakan akibat dari ciri manusia feodal. Ciri ini termasuk ke dalam upaya untuk menyenangkan atasan dan menyelamatkan diri.

Keenam ciri manusia Indonesia tersebut dipaparkan Mochtar Lubis dengan contoh-contoh yang konkrit menurutnya. Contoh-contoh ini dapat memudahkan pembaca mencerna lebih mudah ciri-ciri manusia Indonesia yang ia yakini. Di akhir pidato tersebut ia juga menambahkan saran-saran agar ciri-ciri yang negatif tersebut dapat diminimalisasi atau malah dihilangkan. Melalui pidatonya ini Mochtar Lubis mencoba untuk membangkitkan pemikiran kritis. Namun, sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya ciri manusia Indonesia ini hanyalah stereotip. Sehingga bermunculanlah pro dan kontra untuk menanggapinya. Di dalam buku ini beberapa tanggapan baik pro atau pun kontra juga dimuat. Sehingga dapat membantu pembaca untuk menganalisa. Apakah benar ada ciri-ciri manusia Indonesia yang dipaparkan Mochtar Lubis.

Pada beberapa tanggapan ada yang menyatakan Mochtar Lubis hanya berpikir Subjektif karena tidak ada data ilmiah. Ada pula yang mengatakan sifat-sifat tersebut merupakan sifat-sifat hakiki yang dimiliki seluruh insan manusia di dunia. Selain, itu ada pula yang menyatakan ciri tersebut hanyalah ciri-ciri sementara yang dapat atau akan berubah.

Bagaimana pun juga terlepas dari benar atau salah apa yang dikemukakan Mochtar Lubis, paling tidak dapat menjadi referensi. Jikalau ciri-ciri negatif tersebut memang ada dan dapat mengganggu atau menghambat pembangunan dan pertumbuhan negara, maka harus cepat diminimalisir bahkan disingkirkan. Karena inti dari suatu negara bukanlah sistem, namun pembuat dan pelaksana sistemlah yang merupakan poin penting. Semua manusia di dalamnya, manusia Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar