APBD KAJIAN PEMEKARAN KABUPATEN BEKASI UNTUK KEPENTINGAN SIAPA?

on
Berita harian warta kota, Senin (24/3) yang menurunkan berita dengan judul yang cukup besar, “Kabupaten Bekasi Segera di Mekarkan”. Dimana dalam koran tersebut di laporkan, untuk kepentingan pengkajian pemekaran, DPRD Kabupaten Bekasi telah mengalokasikan dana sebesar Rp. 900 juta dalam APBD 2008. Pemekaran dianggap solusi untuk mengejar ketertinggalan pembangunan antara wilayah Kabupaten Bekasi bagian utara(selanjutnya wilayah utara) dengan selatan (wilayah selatan).

Memang kalau melihat kondisi riil wilayah utara secara umum, susah untuk membantah fakta, bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat wilayah utara lebih rendah di banding wilayah selatan. Pembangunan jalan tol dan pusat kawasan industri yang berada diwilayah selatan, telah memacu secara cepat dan menjadikan wilayah selatan melesat meninggalkan saudaranya yang berada di wilayah utara. Kondisi inilah pemicu awal yang melahirkan kesenjangan pembangunan wilayah utara dan selatan. Tidak sampai disitu, kondisi ini diperparah dengan pemindahan pusat Ibu Kota Kabupaten Bekasi ke daerah kawasan industri Delta Mas yang berada diujung tenggara south east Kabupaten Bekasi. Bagi masyarakat kabupaten bekasi yang berada di Kecamatan Tarumajaya, Babelan, Tambelang dan Muara Gembong harus menempuh jarak 20 KM untuk mencapai pusat pemerintahan. Pemindahan ibu kabupaten ditengah semangat desentralisasi yang menjadi semangat UU Otda, menjadi sangat ironis.
Bagaimana tidak, karena dengan di undangkan UU Otda, daerah (pemkab) sebagai pusat pelayanan publik, diharapkan mendekatkan pusat pemerintahannya ditengah masyarakat yang dilayaninya. Di lihat dari jarak rata-rata dan waktu perjalanan dari kecamatan yang berada di wilayah utara ke pusat pemerintah kabupaten bekasi, hampir bisa di pastikan bahwa keberadaaan pusat pemerintahan saat ini, telah menjauhi masyarakat yang dilayaninya (khususnya yang berada di wilayah utara).
Fakta ini memperkuat pernyataan yang sering kita dengar, bahwa makin jauh keberadaan masyarakat dari pusat Ibu kota/kekuasaan, makin rendah tingkat kesejahteraannya, dan pernyataan ini berlaku juga buat Kabupaten Bekasi. Dengan melihat kondisi inilah, nampaknya para pengusul pemekaran mengusung isu pemisahan dengan Kabupaten Bekasi dengan membentuk Kabupaten sendiri. DPRD dan Pemkab Bekasi bagai gayung bersambut, mengamini apa yang menjadi aspirasi para pengusul, dengan mengalokasikan anggaran sebesar Rp.900 juta dalam APBD 2008 untuk mengkaji pemekaran.

Undang-undang No. 32 tahun 2004, tentang otonomi daerah dan PP 78/2007, tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, telah mengatur secara terperinci tata cara pemekaran. Didalam pasal 4 ayat tentang OTDA dan pasal 4 PP 78/2007, telah mengatur, bahwa suatu daerah yang akan merencanakan pemekaran harus memenuhi persyaratan administratif, teknis dan fisik kewilayahan.

Tulisan ini dimaksudkan untuk mengetahui prosedur awal pemekaran, dan dari kita bisa menilai apakah langkah yang telah dilakukan oleh Pemkab dan DPRD Bekasi yang telah mengalokasikan dana dalam APBD 2008 telah sesuai dengan aspirasi masyarakat?

Pembentukan daerah: Tingkat provinsi dan Kabupaten/Kota
Sebelum kita membahas prosedur awal pemekaran, ada baiknya kita pahami dulu arti pembentukan daerah, agar pemahaman kita tentang pemekaran menjadi lebih utuh. Pasal 4 ayat 3 UU No. 32 tahun tentang Otda menyatakan, pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih”. Kata “daerah” pada pasal tersebut, mengacu pada “kata pemerintah daerah” yang terdiri dari Pemda Provinsi dan Pemda Kabupaten/Kota. Dengan demikian ada dua jenis pembentukan daerah. Satu pembentukan Daerah pada tingkat Propinsi. Dua, pembentukan daerah pada tingkat Kabupaten/Kota. Pembentukan daerah pada tingkat Propinsi, dapat berbentuk terdiri dari:

1. Pemekaran dari satu propinsi menjadi dua propinsi atau lebih
2. Penggabungan beberapa Kabupaten/kota yang bersandingan pada wilayah provinsi yang berbeda
3. Penggabungan beberapa provinsi menjadi satu provinsi;

Sedangkan pembentukan daerah pada tingkat Kabupaten/Kota, dapat berbentuk terdiri dari :
1. Pemekaran dari satu kabupaten/kota menjadi 2 kabupaten atau lebih:
2. Penggabungan beberapa kecamatan yang bersandingan pada wilayah kabupaten/kota yang berbeda
3. Penggabungan beberapa kabupaten/kota menjadi satu kabupaten/kota. (lihat pasal 2 ayat 2,3 dan 4 PP 78/2007).

Dari uraian diatas dikaitkan dengan pembahasan tulisan ini, kita dapat mengetahui bahwa ada enam (6) opsi yang dimungkinkan oleh peraturan diatas untuk merencanakan pembentukan daerah, pada tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota. Dari opsi pembentukan daerah yang dimungkinkan oleh peraturan diatas, patut kita pertanyakan, kenapa memilih opsi pemekaran dibanding opsi lain?, apa alasan rasionalnya?. Padahal, kalau tujuan pemekaran untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat utara agar lebih baik, opsi penggabungan lebih rasional, baik secara ekonomis, yuridis, maupun sosial budaya. Misalnya penggabungan dengan DKI. DKI yang mempunyai APBD terbesar di Indonesia sangat membutuhkan perluasan wilayah untuk pengembangan pembangunan yang saat ini sudah overload. Sedangkan lahan wilayah utara Kabupaten Bekasi, masih cukup luas untuk dikembangkan. Atau opsi lain yang dimungkinkan dan lebih baik.

Aspirasi masyarakat
Pasal 17 PP 78/2007, telah mengatur tata cara pembentukan daerah Kabupaten/kota, dimana dalam bagian a pasal tersebut dinyatakan tata cara pembentukan daerah kabupaten/kota dilaksanakan sebagai berikut: yaitu adanya “aspirasi sebagian besar masyarakat setempat dalam bentuk keputusan BPD untuk desa dan forum komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk kelurahan di wilayah yang menjadi cakupan wilayah kabupaten/kota yang akan di mekarkan.” Berdasarkan informasi surat kabar, yang masuk dalam cakupan wilayah utara, adalah Kecamatan Tambun Utara, Cabang Bungin, Muara Gembong, Babelan, Tarumajaya, Sukawangi, Pebayuran, Tambelang dan Sukakarya. Sehingga dengan demikian harus ada keingin sebagian besar masyarakat yang berada di 9 kecamatan tersebut dalam bentuk keputusan BPD.

BPD merupakan unsur perwakilan masyarakat yang paling rendah dalam tata pemerintahan serta sebagai ujung tombak awal terjadinya aspirasi pemekaran. Untuk kasus kabupaten bekasi, keberadaan BPD banyak dipertanyakan keabsahannya, dari mulai proses pemilihan yang tidak ada batas minimal suara yang harus di raih dari jumlah hak pilih (ini gejala umum), waktu pemilihan kembali BPD, sampai pada tidak aspiratifnya BPD dalam menentukan kebijakan desa. Dengan kondisi BPD seperti ini, tidak bisa dihindari timbulnya pertanyaan, sejauhmana keputusan BPD tentang pemekaran merupakan penceminan dari aspirasi sebagian besar masyarakat?, dengan cara apa BPD mengetahui aspirasi sebagian besar masyarakat? Bagaimana masyarakat mengetahui opsi-opsi pembentukan daerah, seperti penggabungan atau pemekaran dan apa implikasinya kalau memilih salah satu opsi tersebut. Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan dasar ini tidak hanya penting untuk diketahui masyarakat tapi juga oleh anggota legislatif dan eksekutif. Karena bagi masyarakat utara, ini merupakan pertaruhan keberlanjutan kehidupannya kedepan yang di amanatkan (kalau boleh disebut begitu) dipundak BPD,legislatif (daerah dan pusat) dan eksekutif (daerah dan pusat), yang nantinya akan bermuara pada 3 kesimpulan: ada peningkatan kesejahteraan, tidak ada peningkatan kesejahteraan atau menurun kesejahteraannya.

Untuk itu menjadi penting bagi anggota BPD, DPRD dan Pemkab, untuk mengkaji secara mendalam opsi-opsi pembentukan daerah, sehingga opsi yang nantinya akan dipilih, benar- benar mewadahi pertimbangan kesejahteraan rakyat dan peningkatan pelayanan publik, yang memang selama ini dibutuhkan masyarakat wilayah utara. Selain itu suatu daerah otonom (baca yang dimekarkan) dapat dihapus apabila tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah. Apabila hal in terjadi, kita tidak bisa membayangkan berapa kerugian yang dialami masyarakat, akibat tersedotnya APBD untuk pembangunan sarana dan prasana hardaware dan software pusat pemerintahan, dan berapa lama lagi mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang sudah terlalu lama menunggu di tunda.

Alokasi anggaran yang percuma
Bagaimana dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 900 juta untuk mengkaji pemekaran?. Secara normatif sebuah anggaran disusun harus menceminkan atau berdasarkan kebutuhan riil masyakat sebagai pemegang kedaulatan. Dengan melihat kebutuhan masyarakat tersebut pemegang kekuasaan (eksekutif dan legislatif) menuangkannya dalam APBD. Apakah dengan demikian alokasi anggaran pemekaran merupakan kebutuhan riil masyarakat?.

Terus terang saya sangat ragu untuk mengatakan “yah”, karena dari hasil beberapa diskusi kecil yang sudah mulai ramai di gelar oleh teman-teman LSM dan DPRD, nampaknya mereka belum mandalami betul opsi-opsi pembentukan daerah, padahal kalau mereka mendalami opsi pemekaran sebagaimana telah diatur dalam UU No. 32 tahun 2004, dan PP 78/2007, di kaitkan dengan kondisi riil masyarakat utara saat ini, Pemkab dan DPRD bekasi tidak perlu menganggarkan dana pengkajian pemekaran, karena apabila kajian pemekaran dilakukan secara objektif, maka kita sudah dapat memprediksikan hasilnya, bahwa pemekaran Kabupaten bekasi wilayah utara tidak layak untuk direkomendasikan menjadi Kabupaten sendiri. Bagaiman kita mengetahuinya, hal ini bisa dilihat dari faktor dan indikator yang di pergunakan UU UU No. 32 tahun 2004 dan PP 78/2007. Ada 11 faktor yang jadikan bahan penilain untuk pembentukan daerah, yaitu sebagai berikut:
1. Kependudukan
a. jumlah penduduk
b. kepadatan penduduk
2. kemampuan ekonomi
a. PDRB non migas perkapita
b. Pertumbuhan ekonomi,
c. kontribusi PDRB non migas.
3. Potensi daerah
a. rasio Bankdan lembaga keuangan non bank per 10.000,. penduduk,
b. rasio kelompok pertokoan per 10.000,. penduduk
c. rasio pasar per 10.000 penduduk
d. rasio sekolah SD perpenduduk usia SD
e. rasio sekolah SLTP perpenduduk usia SLTP
f. rasio sekolah SLTA perpenduduk usia SLTA
g. rasio fasilitas kesehatan per 10.000.- penduduk
h. rasio tenaga medis per 10.000 penduduk
i. persentase rumah tangga yang mempunyai kendaraan bermotor atau perahu atau perahu motor atau kapal motor
j. persentase pelanggan listrik terhad jumlah rumah tangga
k. rasio panjang jalan terhadap jumlah kendaraan bermotor
l. persentase pekerja yang berpendidikan minimal SLTA terhadap penduduk usia 18 tahun keatas
m. persentase pekerja yang berpendidikan minimal S-I terhadap penduduk usia 25 tahun ke atas
n. rasio pegawai negeri sipil terhadap penduduk
4. Kemampuan keuangan
a. jumlah PDS
b. rasio PDS terhadap jumlah penduduk
c. rasio PDS terhadap PDRB
5. Sosial Budaya
a. rasio sarana peribadatan per 10.0000 penduduk
b. rasio fasilitas lapangan olahraga per 10.000 penduduk
c. jumlah balai pertemuan
6. Sosial Politik
a. rasio penduduk yang ikut pemilu legislatif penduduk yang mempunyai hak pilih
b. jumlah organisasi kemasyarakatan
7. Luas Daerah
a. luas wilayahan keseluruhan
b. luas wilayah efektif yang dapat dimanfaatkan
8. Pertahanan
a. rasio jumlah personil aparat pertahanan terhadap luas wilayah
b. karakteristik wilayah, dilihat dari sudut pandang
9. Keamanan
a. rasio jumlah personil aparat keamanan terhadap jumlah penduduk
10. Tingkat kesejahteraan masyarakat
a. Indek pembangunan manusia
11. Rentang kendali
a. rata-rata jarak kabupaten/kota atau kecamatan ke pusat pemerintahan (ibukota provinsi atau ibukota kabupaten
Dari kesebelas faktor dengan indikator tersebut, suatu daerah direkomendasikan menjadi daerah otonom baru apabila calon daerah otonom dan daerah induknya (setelah pemekaran ) mempunyai total seluruh nilai indikator dengan kategori sangat mampu (420-500), atau mampu (340-419), serta perolehan total nilai indikator faktor kependudukan (80-100), faktor kemampuan ekonomi (60-75), faktor potensi daerah (60-75), dan faktor kemampuan keuangan (60-75).(lampiran PP 78/2007).
Memang, untuk menilai layak tidaknya kabupaten bekasi bagian wilayah utara dimekarkan dengan menggunakan indikator diatas, dibutuhkan data terkini (terbaru), yang (seharusnya) mempunyai tingkat akurasi tinggi. Paling tidak ada tiga lembaga yang bisa memenuhi kebutuhan tersebut, yaitu Pemda, BKKBN dan BPS kabupaten. Data yang bersumber dari ketiga lembaga tersebut sangat mungkin berbeda satu sama lain, maka disinilah dibutuhkan kejujuran dan objektivitas seorang peneliti untuk menilai data yang paling terpercaya.
Walaupun data-data tersebut merupakan potret masyarakat yang seharusnya dipublikasikan kepada masyarakar melalui media yang tersedia, seperti situs Pemkab. Akan tetapi dari hasil pengamatan di situs resmi Pemkab Kabupaten Bekasi, minim sekali kita mendapat data-data seperti diatas dengan updating secara periodik.
Namun demikian, secara umum kita bisa mengatakan bahwa standar nilai indikator dengan kategori sangat mampu (420-500), atau mampu (340-419), yang dipergunakan peraturan tersebut sangat tinggi digunakan untuk mengukur kondisi masarakat Kabupaten Bekasi wilayah utara, padahal seperti kita ketahui kabupaten bekasi wilayah utara sebagaimana disinggung diawal tulisan, masih berjuang untuk keluar dari kemiskinan. Lalu kenapa Pemkab menganggarkan Rp.900 juta, padahal anggaran sebesar itu sangat bermanfaat untuk meringankan beban masyarakat yang saat ini sangat terpukul dengan kenaikan harga BBM. Wallahu a’lam, Wassalam

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Sebetulnya, dengan adanya anggaran pemekaran, membuktikan kegagalan pemerintahan saat ini, mensejahterakan masyarakatnya

Posting Komentar