Jum,at, 25/12/2010: Tadi sore, saya dapat susunan pengurus IKAA yang baru dari seseorang yang saya tidak kenal namanya. Setelah membaca 7 lembar kertas yang berkop "presidium IKAA", terus terang saya agak sedikit kaget. Pertama, dalam pikiran saya, model presidium yang mencuat dalam pertemuan di RM wulansari merupakan bentuk struktur organiasasi IKAA yang baru (sebagaimana model pengurus ICMI saat ini), dimana mereka yang terpilih dalam presidium tersebut memilih ketua presidium. dan selanjutnya ketua presidium dengan anggotanya akan menyusun struktur serta personalia di bawahnya sesuai dengan program kerja dan tupoksi, yang dibreakdown dari tujuan IKAA. Tapi setelah melihat struktur yang ada, ternyata IKAA tetap memakai model ketua umum seperti pengurus yang lama, yang membedakan hanya ada dewan syuro.
IKAA sebagai organisasi alumni, sebetulnya telah mempunyai pengalaman buruk, terlibat dalam pusaran politik yang partisan. Banyak yang kontra terhadap keterlibatan IKAA dalam tataran politik praktis masa itu. Mereka berpandangan, bahwa IKAA bukan milik warna tertentu atau kandidat tertantu. IKAA warna-warni, karena anggotanya telah menyebar ke berbagai lini dan berbagai warna. Pilihan hidup untuk memilih lini atau warna tertentu, bukan suatu yang makruh apalagi haram, selama mereka masih komit dengan nilai-nilai attaqwa. Seperti nilai “bener dan pintar”, nilai ini bersifat universal, nilai ini bisa menjadi mata uang yang berlaku di mana pun alumni menjalani aktifitasnya. Dalam kontek seperti ini akan menjadi kontraproduktif kalau ada usaha penyeragaman. Mereka terikat dengan IKAA, karena adanya hubungan emosional dengan almamaternya, almamater yang telah memberi bekal dasar untuk membuka cakrawala yang lebih luas. Pada tahap seperti ini, alumni hanya bisa berpegang pada ruh/spirit ke attaqwaan, yaitu spirit yang di adopsi dari nilai-nilai yang diajarkan dan ditanamkan oleh KH.Noer Ali, sehingga tidak salah kalau ada yang mengatakan bahwa tujuan IKAA adalah untuk menjaga dan melestarikan nilai-nilai Attaqwa.
Dengan melihat pengalaman diatas, model presidium sebetulnya bisa menjadi pilihan yang menarik, untuk menjaga IKAA tetap on the track. Karena model presidium kepemimpinan bersifat kolektif kolegial, dimana keputusan tidak diambil hanya dari satu orang ketua, tetapi berdasarkan hasil musyawarah dari anggota presidium. Di dalam dewan presidium, ketua presidium hanya sebatas pemimpin sidang, dia tidak bisa mengambil keputusan tanpa musyawarah dengan anggota yang lain. Dengan model seperti ini terjadi semacam checks and balances diantara sesama anggota presidium, sehingga IKAA sebagai rumah besar yang menaungi seluruh anggota berlatar belakang majemuk bisa terus terjaga, dan anggota pun akan merasa nyaman tinggal didalamnya.
Kedua, ternyata ungkapan yang menyatakan “jangan terlalu serius”, ini tidak sepenuh benar. Karena kalau melihat personalia pengurus dan program kerja IKAA saat ini, tidak bisa dibilang tidak serius. Bagaimana tidak, di bawah sekretaris Jenderal (setjen), ada 6 orang sekretaris. Seperti diketahui, dalam sebuah organisasi, posisi Setjen merupakan motor penggerak jalannya organisasi atau dalam bahasa organisasi, Setjen merupakan organisasi yang melakukan aktifitas untuk menyelenggarakan pemberian bantuan administrasi guna melancarkan aktifitas pokok organisasi IKAA, dengan adanya 6 orang sekretaris, itu menggambarkan betapa banyaknya aktifitas yang nantinya akan dilakukan, sehingga tidak bisa handel 1-2 orang. Selain itu, saat ini IKAA memiliki 6 divisi: 1). kelembagaan dan organisasi, 2) pengembangan sumber daya manusia, 3) pengabdian masyarakat, 4) hubungan masyarakat dan lembaga, 5) bidang kewanitaan, 6) bidang wirausaha.
Dengan melihat struktur dan personalia seperti diatas, IKAA dapat diketagorikan berpostur besar, dengan postur besar saat ini, saya tidak percaya kalau IKAA hanya dijadikan media kangen-kangenan saat halal bihalal, sebagaimana banyak pandangan beredar. karena kalau hanya untuk kegiatan seperti itu, postur besar seperti ini sangat tidak efektif, dan justru membawa konotasi negatif, karena biasanya yang terlalu besar itu tidak lincah dan lambat dalam bergerak.
Dalam organisasi biasanya perumusan di mulai dari tujuan organisasi, dari sana akan memudahkan penentuan haluan organisasi, pemilihan bentuk organisasi,, pembentukan struktur organisasi, penentuan macam kerjaan yang akan dilakukan dan kebutuhan akan personalia. Postur IKAA saat ini bisa jadi berdasarkan kajian yang cukup mendalam yang dirumuskan para pemegang mandat yang mumpuni, dengan melihat pengalaman masa lalu. Dan saya juga tidak percaya, kalau penyusunan struktur saat ini, sebagaimana penyusunan struktur organisasi ala orde baru, dimana penyusunan stuktur organisasi hanya untuk membangun citra serem, intelek, akomodatif, masif dan legitimate, tidak fungsional dan sesuai kebutuhan. Kala itu, kita banyak melihat nomenkatur yang aneh dalam struktur organisasi, seperti, pembina, pelindung, penasehat dan lain sebagainya, dikatakan aneh, karena mereka yang duduk pada posisi tersebut tidak jelas fungsi, hak kewajiban dan kewenangannya, mereka hanya sekedar aksesoris untuk memperindah struktur organisasi. Dengan desain IKAA seperti ini, saya justru percaya, para elit sedang merancang IKAA menjadi lebih baik, yaitu IKAA yang memberi value added bagi anggotanya dan memberi manfaat buat masyarakat banyak, sehingga tercapailah tujuan IKAA yang dirumuskan para pengurus saat ini. Dan semoga kepercayaan saya tidak salah.
IKAA sebagai organisasi alumni, sebetulnya telah mempunyai pengalaman buruk, terlibat dalam pusaran politik yang partisan. Banyak yang kontra terhadap keterlibatan IKAA dalam tataran politik praktis masa itu. Mereka berpandangan, bahwa IKAA bukan milik warna tertentu atau kandidat tertantu. IKAA warna-warni, karena anggotanya telah menyebar ke berbagai lini dan berbagai warna. Pilihan hidup untuk memilih lini atau warna tertentu, bukan suatu yang makruh apalagi haram, selama mereka masih komit dengan nilai-nilai attaqwa. Seperti nilai “bener dan pintar”, nilai ini bersifat universal, nilai ini bisa menjadi mata uang yang berlaku di mana pun alumni menjalani aktifitasnya. Dalam kontek seperti ini akan menjadi kontraproduktif kalau ada usaha penyeragaman. Mereka terikat dengan IKAA, karena adanya hubungan emosional dengan almamaternya, almamater yang telah memberi bekal dasar untuk membuka cakrawala yang lebih luas. Pada tahap seperti ini, alumni hanya bisa berpegang pada ruh/spirit ke attaqwaan, yaitu spirit yang di adopsi dari nilai-nilai yang diajarkan dan ditanamkan oleh KH.Noer Ali, sehingga tidak salah kalau ada yang mengatakan bahwa tujuan IKAA adalah untuk menjaga dan melestarikan nilai-nilai Attaqwa.
Dengan melihat pengalaman diatas, model presidium sebetulnya bisa menjadi pilihan yang menarik, untuk menjaga IKAA tetap on the track. Karena model presidium kepemimpinan bersifat kolektif kolegial, dimana keputusan tidak diambil hanya dari satu orang ketua, tetapi berdasarkan hasil musyawarah dari anggota presidium. Di dalam dewan presidium, ketua presidium hanya sebatas pemimpin sidang, dia tidak bisa mengambil keputusan tanpa musyawarah dengan anggota yang lain. Dengan model seperti ini terjadi semacam checks and balances diantara sesama anggota presidium, sehingga IKAA sebagai rumah besar yang menaungi seluruh anggota berlatar belakang majemuk bisa terus terjaga, dan anggota pun akan merasa nyaman tinggal didalamnya.
Kedua, ternyata ungkapan yang menyatakan “jangan terlalu serius”, ini tidak sepenuh benar. Karena kalau melihat personalia pengurus dan program kerja IKAA saat ini, tidak bisa dibilang tidak serius. Bagaimana tidak, di bawah sekretaris Jenderal (setjen), ada 6 orang sekretaris. Seperti diketahui, dalam sebuah organisasi, posisi Setjen merupakan motor penggerak jalannya organisasi atau dalam bahasa organisasi, Setjen merupakan organisasi yang melakukan aktifitas untuk menyelenggarakan pemberian bantuan administrasi guna melancarkan aktifitas pokok organisasi IKAA, dengan adanya 6 orang sekretaris, itu menggambarkan betapa banyaknya aktifitas yang nantinya akan dilakukan, sehingga tidak bisa handel 1-2 orang. Selain itu, saat ini IKAA memiliki 6 divisi: 1). kelembagaan dan organisasi, 2) pengembangan sumber daya manusia, 3) pengabdian masyarakat, 4) hubungan masyarakat dan lembaga, 5) bidang kewanitaan, 6) bidang wirausaha.
Dengan melihat struktur dan personalia seperti diatas, IKAA dapat diketagorikan berpostur besar, dengan postur besar saat ini, saya tidak percaya kalau IKAA hanya dijadikan media kangen-kangenan saat halal bihalal, sebagaimana banyak pandangan beredar. karena kalau hanya untuk kegiatan seperti itu, postur besar seperti ini sangat tidak efektif, dan justru membawa konotasi negatif, karena biasanya yang terlalu besar itu tidak lincah dan lambat dalam bergerak.
Dalam organisasi biasanya perumusan di mulai dari tujuan organisasi, dari sana akan memudahkan penentuan haluan organisasi, pemilihan bentuk organisasi,, pembentukan struktur organisasi, penentuan macam kerjaan yang akan dilakukan dan kebutuhan akan personalia. Postur IKAA saat ini bisa jadi berdasarkan kajian yang cukup mendalam yang dirumuskan para pemegang mandat yang mumpuni, dengan melihat pengalaman masa lalu. Dan saya juga tidak percaya, kalau penyusunan struktur saat ini, sebagaimana penyusunan struktur organisasi ala orde baru, dimana penyusunan stuktur organisasi hanya untuk membangun citra serem, intelek, akomodatif, masif dan legitimate, tidak fungsional dan sesuai kebutuhan. Kala itu, kita banyak melihat nomenkatur yang aneh dalam struktur organisasi, seperti, pembina, pelindung, penasehat dan lain sebagainya, dikatakan aneh, karena mereka yang duduk pada posisi tersebut tidak jelas fungsi, hak kewajiban dan kewenangannya, mereka hanya sekedar aksesoris untuk memperindah struktur organisasi. Dengan desain IKAA seperti ini, saya justru percaya, para elit sedang merancang IKAA menjadi lebih baik, yaitu IKAA yang memberi value added bagi anggotanya dan memberi manfaat buat masyarakat banyak, sehingga tercapailah tujuan IKAA yang dirumuskan para pengurus saat ini. Dan semoga kepercayaan saya tidak salah.